“Batik adalah perjalanan hidup, tekad, dan pilihan”
JUDUL: Sekar PRODUSER: Happy Salma dan Isfansyah SUTRADARA: Kamila Andini PEMERAN: Sekar Sari, Christine Hakim, Marthino Lio TAHUN RILIS: 2018 DURASI: 30 menit dan 8 menit
Dalam memperingati Hari Batik Nasional 2018, Bakti Budaya Djarum Foundation menggandeng Titimangsa Foundation bersama FourColours Film mempersembahkan sebuah film pendek yang berjudul Sekar. Sekar diambil dari nama tokoh utama yang mendapatkan namanya dari motif batik Sekar Jagad.
Film Sekar sempat ditayangkan secara perdana dalam durasi 30 menit di Galeri Indonesia Kaya (1/10/2018). Saat ini film Sekar masih dapat ditonton melalui saluran Youtube Indonesia Kaya melalui versi ringkasnya yang berdurasi 8 menit. Film Sekar menceritakan seorang perempuan buta bernama Sekar (Sekar Sari), yakni seorang anak dari seorang pengusaha batik (Christina Hakim) yang akan menikah dengan kekasihnya (Marthino Lio).
Sekar sering ditampilkan bersama ibunya dalam adegan membatik untuk mencium aroma malam, meraba guratan batik, sampai dengan mencoba melukis motif batik. Bagi Sekar, batik merupakan caranya melihat dunia tersendiri melalui keterbatasannya. Setiap kali adegan tersebut ditampilkan, Kulturmates dapat merasakan kedekatan yang intim di antara kedua tokoh tersebut.
Sebagai penonton, Kulturmates disuguhkan melalui tiga perspektif yang berbeda melalui monolog Sekar, Ibu Sekar, dan kekasih Sekar. Pada awal film, Ibu Sekar memandang batik sebagai identitas tersendiri, sebuah perjalanan hidup, tekad, dan pilihan. Ibu Sekar digambarkan sebagai pengusaha batik tulis yang memiliki prinsip untuk meneruskan produksi batik tulis tradisional yang cukup memakan proses lama namun memiliki estetikanya tersendiri.
Kemudian kita disuguhkan perspektif kekasih Sekar yang dapat dibilang paling dekat dengan cara penonton awam melihat budaya batik. Batik merupakan sebuah inspirasi, hadiah para leluhur, dan pengetahuan yang tidak ada habisnya. Kita masih memiliki kesalahpahaman mengenai makna nama, cerita, dan akar budaya yang turun temurun berada di sekitar kita, bahkan sering kita kenakan.
Pada paruh terakhir film Sekar, ditampilkan bagaimana Sekar memandang batik layaknya dunia. Hal tersebut tidak hanya ditunjukkan melalui monolognya, namun juga bagaimana Sekar berinteraksi dengan tokoh lain menggambarkan seberapa mendalamnya cinta Sekar terhadap ibunya dan batik.
Secara tersirat film Sekar menghadirkan beberapa masalah sosial dan budaya yang ditampilkan.
Misalnya, bagaimana Ibu Sekar terlihat protektif kepada Sekar sebagai anak tunggalnya dan takut kehilangan anaknya yang sebentar lagi akan menikah. Secara filosofis, hal tersebut dapat menggambarkan kekhawatiran masyarakat dalam menjaga kelestarian budaya. Tak hanya itu, peristiwa kemunculan batik printing yang mulai mendominasi pasar batik juga ditampilkan sebagai tantangan yang dihadapi pengusaha batik. Dalam film digambarkan bagaimana batik printing mulai menggeser produksi batik tulis sebab dianggap lebih mudah diproduksi dan lebih ekonomis.
Visual yang dihadirkan memanjakan mata dengan warna grading yang halus ditambah dengan alunan musik latar yang tenang benar-benar menciptakan suasana yang sesuai pada tiap fokus dan detail film, baik dari ekspresi tokoh hingga motif batik yang ditampilkan dalam setiap scene.
"Saya ingin mengajak penonton menikmati semua bunyi, visual dan semua perasaan yang ada dalam batik seperti yang dirasakan Sekar. Di balik setiap batik terselip doa dan harapan yang tersimpan.
Melalui hubungan Sekar dan ibunya, saya ingin memperlihatkan kasih sayang yang mendalam," ujar Kamila Andini dalam jumpa pers di Jakarta, dilansir Antara.
Posting Komentar