Lahir dari Trikora, Menyeret Kematian Mahasiswa

Terungkapnya beberapa kasus diklat pemakan korban yang dilakukan oleh Resimen Mahasiswa di berbagai universitas di Indonesia. Fungsi utama kehadiran "militer masuk kampus"  ini dipertanyakan.

Potret markas komandan Resimen Mahasiswa UNS, Selasa, 2 November 2021./Dok.KOMA.CO
TRAGEDI kematian Gilang Endii yang banyak menoreh simpati publik mencuatkan kembali rentetan kasus serupa dari berbagai universitas yang ada di negeri ini. Kejadian-kejadian mengecewakan terus terungkap dan menimbulkan pertanyaan sebenarnya apa fungsi dari Resimen Mahasiswa (Menwa).

Dalam kejadian yang menimpa Gilang, Menwa UNS Batalyon 905 Jagal Abilawa dinilai melanggar Peraturan Rektor UNS No 26/2020 tentang Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa), yakni Pasal 14 A yang berbunyi UKM dilarang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. 

Menwa Bentuk Bela Negara

Pengamat pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Harun Joko Prayitno menilai Menwa penting untuk membentuk kedisiplinan. "Untuk membentuk kemandirian itu oke. Jadi, Menwa itu dipandang sebagai proses, tidak bisa tiba-tiba. Proses kedisiplinan dan proses kejujuran," ungkap Harun ditemui KOMA pada (26/11) di ruangannya.

Tidak hanya memiliki fungsi sebagai pembentuk kedisiplinan, Menwa juga dianggap sebagai bentuk tombak bela negara.  “Dalam pemahaman bela negara Menwa penting kehadirannya di dalam suatu universitas. Tidak hanya bagi kampus dan negara tetapi juga untuk pribadi Menwa itu sendiri,” tambah Harun.

Menilik fungsi Menwa pada orde baru, Menwa menjadi spionase rezim untuk mengontrol kehidupan kampus.  Menwa pertama kali dibentuk oleh Jenderal Besar A.H. Nasution, pada pemerintahan Orde Lama, dengan tujuan membendung penyebaran paham komunis dalam kampus dan dihadapkan dengan “ancaman nyata” yaitu organisasi kepartaian termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dan lain-lain.

Jika dibandingkan dengan masa sekarang, spionase rezim sudah tidak seketat dahulu. Selain fungsi bela negara, fungsi relevan Menwa lainnya adalah sebagai kekuatan pendukung TNI dan Polri terkait usaha pertahanan dan keamanan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 pasal 30 ayat 2. Oleh sebab itu, Doni Koesoema yang juga merupakan pakar pendidikan, berpendapat kontra dengan Harun. Ia mengatakan sebaiknya Menwa ditata ulang. “Bisa dibubarkan dan diganti nama baru sesuai dengan undang-undang terkait bela negara,” ujar Doni dilansir dari Tirto.

Mantan Emongan Menteri Pertahanan

Dahulu pada awal reformasi, masyarakat sedang mendukung keras penghapusan dwifungsi ABRI, termasuk Menwa. Desakan ini direspon pemerintah dengan mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Republik Indonesia Nomor: KB/14/M/X/2000, 6/U/KB/2000 serta Nomor 39A Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa.

Setelah dialihkan pembinaanya dari Kementerian Pertahanan ke universitas masing-masing pada tahun 2000, banyak perpeloncoan yang terjadi. Desentralisasi dan otonomi kampus menjadi alasan kenapa Menwa tidak lagi dibawah Kementerian Pertahanan. Harun menyatakan kuantitas kasus perpeloncoan yang ada di diklatsar Menwa tidak berkaitan antara perpindahan pembinaan Menwa namun kembali lagi ke metodologi pelaksanaan diklatsar.

Menanggapi perlu tidaknya Menwa dibubarkan, Harun mengatakan bahwa evaluasi secara menyeluruh dari sistem perekrutan, pelaksanaan diklatsar dan target dari Menwa merupakan pilihan yang bijak daripada membubarkannya setelah adanya kejadian berdarah tersebut yang akan membuat kesan tidak adanya penyelesaian.

"Karena faktanya orang-orang yang di Menwa nyatanya dari sisi pembentukan kedisiplinan banyak yang terbentuk," pungkas Harun.

Share:

Posting Komentar

Copyright © Koma. Designed by OddThemes