Persiapan keras di tengah wabah membuat Tim Para-badminton Indonesia berhasil menjaring tangkapan melimpah pada Paralimpiade Tokyo 2020. Penerapan protokol kesehatan yang ketat menjadi kunci.
Atlet Pelatnas Para-badminton Indonesia melakukan latihan di Lapangan Hartono Trade Center, Sukoharjo. Jumat, 13 November 2020. /Dok.Koma |
TAK tok tak tok. Suara dentuman shuttlecock yang terhempas di antara dua raket tak asing lagi di telinga Fredy beberapa tahun ke belakang. Hari-hari ia jalani demi mewujudkan mimpinya berlaga di Paralimpiade Tokyo 2020. Latihan fisik dan teknik merupakan makanan wajib baginya. Event internasional yang diadakan di berbagai negara pun ia ikuti agar dapat mengantarkannya ke pesta olahraga terbesar di dunia itu.
Siapa sangka Pandemi Covid-19 datang sebagai aral gendala perhelatan Paralimpiade. Event yang rencananya dilangsungkan pada 2020 harus mundur satu tahun menjadi diadakan pada 2021. Indonesia tak gentar, persiapan tim Para-badminton sudah dimulai sejak tahun 2019. “Karena pandemi, jadwal di Tokyo mundur hingga persiapan kami pun dilanjutkan pada tahun 2020 dan 2021. Jadi kalau persiapan sudah dimulai dari tahun 2019,” ujar Jarot Hernowo, Kepala Pelatih Pelatnas Para-badminton Indonesia.
Ia mengatakan bahwa untuk lolos ke Paralimpiade, atlet harus berjuang mati-matian meraih poin dari setiap kejuaraan yang diadakan oleh Badminton World Federation (BWF). “Poin yang didapat oleh seluruh atlet Para-badminton itu sebelumnya berhenti pada 2018 kemudian berlanjut di tahun 2019,” ujarnya.
“Di sekitar tiga belas event pada 2019, saya mengikuti sembilan event. Saya mendapat peringkat empat dunia dan lolos ke Paralimpiade,” ucap atlet Para-badminton, Fredy Setiawan. Ia mengaku bahwa pada setiap event yang diikutinya tidak selalu menghasilkan medali.
Latihan keras setiap harinya punya peran yang besar dibalik kesuksesan tim Para-badminton Indonesia dalam Paralimpiade Tokyo 2020. Memulai latihan sejak terbitnya surya dari ufuk timur dan berakhir ketika sang surya tenggelam.
|
Pandemi yang melanda tanah air membuat aturan Pelatihan Nasional (Pelatnas) tahun ini semakin ketat sehingga mendatangkan rasa bosan akibat karantina. Namun untuk mengatasi hal tersebut Jarot menyebutkan bahwa Pelatnas memiliki fasilitas psikolog dan program penguatan mental.
Program latihan yang intens diiringi dengan protokol kesehatan yang ketat selalu mewarnai hari-hari para pejuang. “Kita harus menjaga protokol kesehatan apabila keluar mess, harus menghubungi pelatih dan atas persetujuan dan dampingan. Takutnya jika kena covid tidak bisa berangkat ke Tokyo,” ucap Fredy.
Untuk protokol sehari-hari, Jarot mengatakan bahwa satu kamar hanya dihuni satu atlet guna menghindari penularan virus Covid-19. Walaupun sudah mendapatkan suntikan vaksin pada bulan Februari lalu, ia menekankan bahwa kesehatan atlet harus benar-benar dijaga dengan mengkonsumsi vitamin dan membatasi interaksi dengan orang luar.
“Kami rutin melakukan tes swab PCR setiap 1 bulan sekali. Ketika mendekati kompetisi kami lakukan tes swab PCR 1 minggu sekali dan setiap hari saat menjelang keberangkatan,” ujarnya.
Jarot menjelaskan bahwa periode latihan dibagi menjadi tiga periode. Periode latihan pertama merupakan latihan umum untuk membangun daya tahan tubuh yang fokus pada latihan fisik. Periode kedua merupakan pembekalan dengan berbagai strategi dan teknik. Terakhir, periode ketiga adalah pematangan strategi dan teknik yang telah dipelajari melalui rangkaian latihan khusus dan simulasi untuk memaksimalkan strategi.
“Ketika mendekati kompetisi sudah menekankan pada kemampuan teknik. Banyak untuk latihan drill game, game-game, dan simulasi game,” imbuhnya. Program latihan yang efektif dan fasilitas latihan terbaik merupakan kombinasi luar biasa yang dapat menghasilkan hasil optimal untuk Kontingen Merah Putih dalam mencapai target.
Hotel sebagai penginapan para atlet, lapangan khusus yang berkualitas seperti standar Paralimpiade, peralatan pertandingan, suplemen, serta lab fisioterapi tersedia untuk Kontingen Merah Putih dalam mempersiapkan pertarungan di Paralimpiade Tokyo 2020.
Atlet Para-badminton Fredi Setiawan melakukan latihan fisik di Stadion UNS. Senin, 31 Mei 2021. /Dok.Koma |
Wakil Sekretaris Jenderal National Paralympic Committee (NPC) Indonesia, Rima Ferdianto menjelaskan bahwa fasilitas untuk atlet sudah mumpuni dan dengan kualitas yang terbaik. Ia menganggap bahwa seluruh fasilitas dan perhatian dari pemerintah sudah setara dengan atlet Olimpiade. “Jadi, fasilitas bener-bener luar biasalah, pemerintah sudah menyediakan semua,” ucapnya.
Untuk pendanaan, kata Rima, seluruh atlet sudah difasilitasi dengan layak seperti honor dan fasilitas try out kejuaraan di luar negeri yang merupakan syarat untuk lolos ke Paralimpiade. “Kemudian, honor juga mereka gausah mikirin anak istri, mereka honornya juga lumayan tinggi. Jadi, udah dicukupin semua,” tuturnya.
Atas capaian yang luar biasa dari Tim Merah Putih di Paralimpiade Tokyo 2020, Fredy berharap untuk kedepannya kualitas program latihan di Pelatnas Para-badminton Indonesia bisa ditingkatkan.
“Kualitas bisa ditingkatkan sehingga kedepannya bisa lebih banyak meraih emas, kalau untuk fasilitas sudah setara dan bagus,” pungkasnya.
Posting Komentar