Telah berpartisipasi sejak Paralimpiade 1976, Indonesia sempat mandek mendapat medali emas selama 41 tahun. Tahun ini menjadi tahun gemilang Indonesia sepanjang sejarah berlaga di Paralimpiade.
Dheva Anrimusthi dan Suryo Nugroho, atlet para-badminton yang berhasil meraih perak dan perunggu di kelas tunggal putra SU-5. Sabtu, 4 September 2021./Dok.NPC Indonesia |
BILA diibaratkan, perolehan medali Para-badminton di Paralimpiade 2020 bak hujan segar yang menapak bumi di padang pasir. Hal ini tentu beralasan sebab setelah penantian 41 tahun berpuasa emas, medali dambaan berhasil didapatkan kembali di perhelatan akbar olahraga khusus penyandang difabel ini. Hasil tahun ini menjadi pencapaian terbaik kontingen Indonesia sejak penampilan perdana di Toronto 1976.
Rima Ferdianto antusias menjelaskan mengapa Indonesia bisa berpuasa selama ini. Sebelum ASEAN Para Games Malaysia 2017, atlet Paralimpiade kurang mendapat perhatian pemerintah karena minim prestasi. Wakil Sekretaris Jenderal National Paralympic Committee (NPC) Indonesia itu menyebut ASEAN Para Games 2017 menjadi tonggak awal atlet Paralimpiade mendapat sorotan dari pemerintah. Pada saat itu, Kontingen Merah Putih berhasil menyabet juara umum di negeri tetangga.
“Kalau tahun sebelum-sebelumnya kita hanya dianggap sebagai ‘asal ikut’ saja. Memang tidak ada atlet yang berkualitas tinggi yang kita kirimkan ke Paralimpiade sebelum tahun 2016,” terang Rima.
Perhatian pemerintah menjadi penting sebab dana yang digelontorkan untuk atlet mencari poin di event-event internasional berjumlah cukup besar. Berselang tiga tahun, atlet-atlet Paralimpiade berhasil menorehkan poin sebagai syarat lolos ke Paralimpiade Tokyo 2020. “Sejak diperhatikan atlet yang lolos akhirnya banyak sekali, ada 23 atlet. Dari 23 atlet tersebut kualitasnya juga sudah lumayan bagus sehingga bisa menghasilkan 2 emas, 3 perak, dan 4 perunggu,” ujar Rima.
Di sisi lain Rima mengisahkan Paralimpiade yang sesungguhnya dimulai setelah Olimpiade Seoul 1988, sebelum dari itu disebut dengan Paralimpiade tradisional. “Sebelum 1980 itu masih Paralimpiade yang eksibisi. Jadi hanya sedikit pesertanya, sedikit negaranya, dan tidak berlangsung di kota yang sama dengan olimpiade,” katanya.
Paralimpiade modern berlangsung setelah Olimpiade, hanya terpaut dua minggu dari Olimpiade. Alhasil, menjadi tantangan untuk mengikuti Paralimpiade modern karena setiap negara harus berusaha lolos kualifikasi. Jalannya tak semudah yang dibayangkan. “Harus mengikuti ajang internasional untuk mencari peringkat poin, kualifikasi poin, dan partisipasi poin untuk ikut ke Paralimpiade,” jelasnya.
Berbeda dengan atlet badminton di Olimpiade, Para-badminton menghadirkan atlet senior yang masih berlaga di lapangan. Diantaranya ialah Ukun Rukaendi (51) dan Hary Susanto (46). Hal demikian terkait erat dengan sistem regenerasi atlet. Sejak 2012, atlet-atlet pentolan Para-badminton masih sama dengan sekarang.
“Regenerasi Para-badminton kami sudah mulai mencari dan mengetahui bibit(nya) melalui event-event lokal. Yang terpilih telah bergabung juga dengan tim nasional meskipun mereka baru diterjunkan di event tingkat regional seperti Asean Games. Jadi regenerasi muncul dari situ,” terang Jarot Hernowo, Kepala Pelatih Para-badminton Indonesia.
Menanggapi hal yang sama, Wasekjen NPC Indonesia tak menyangkal kebenaran atlet pentolan Para-badminton saat ini masih sama sejak 2012. Atlet nomor berdiri beregenerasi dengan lancar, berbeda dengan atlet perawakan pendek dan nomor kursi roda. Namun pihaknya mengaku sudah memiliki ‘stok’ atlet menjanjikan baik putra maupun putri untuk mengisi nomor.
”Kita sudah ada lapis 2 Para-badminton, sebenarnya kalau kita kirimkan semua lebih banyak lagi yang lolos paralimpik. Kita kurangi yang lapis 2 walau sebenarnya mereka lumayan tapi belum bisa bersaing jadi juara,” ujar Rima.
Menilik lagi 41 tahun kebelakang sampai sekarang, tim Paralimpiade Indonesia telah berhasil mencatat kronik yang membanggakan. Walau seusai Paralimpiade Seoul 1988 yang secara resmi jadi bagian tak terpisahkan Olimpiade, Indonesia kesulitan meraih medali. Ini tak lain sebab jumlah pesaing yang semakin banyak dan olahraga difabel bukan rekreasi lagi.
Infografis Riwayat Prestasi Indonesia di Paralimpiade/ Koma |
Paralimpiade Tokyo 2020 menjadi gong capaian saat ini. Perhatian pemerintah yang tercurah ditambah latihan keras dari atlet membuahkan hasil membanggakan. NPC Indonesia berharap kontingen Merah Putih bisa menorehkan prestasi yang lebih baik lagi di Paralimpiade Paris 2024. Pihaknya mengaku sudah menyiapkan lebih banyak atlet untuk didebutkan. “Nanti di 2024 bakal ada banyak atlet baru, mudah-mudahan mereka bisa bersinar,” pungkas Rima.
Posting Komentar